Tutup Kloset Saat Tekan Tombol 'Flush'


Saat anda selesai buang air, dan kemudian menakan tombol ‘flush’ (bilas) di kloset toilet, ingatkah posisi anda saat itu, Apakah anda sedang berdiri atau masih duduk di atasnya? Penelitian yang telah dipublikasikan di Journal of Hospital Infection menyatakan, jika anda menekan tombol ‘flush’ dalam keadaan kloset terbuka, itu berbahaya. Bakteri Clostridium difficile, penyebab diare, bisa ikut tersemprot hingga sejauh 25 sentimeter ke atas dudukan kloset jika anda tak menutupnya.

Kepala Bagian Pencegahan dan Pengobatan di Vanderbilt University Medical Center, Dr William Schaffner, menyatakan kini sudah banyak orang yang menutup kloset setelah digunakan. “Namun tak menutupnya saat menekan tombol ‘flush’,” ujarnya, seperti dilansir dari Huffingtonpost, Senin (9/1).

Para peneliti dari Leeds General Infirmary memeriksa suspensi udara bakteri ini di toilet umum rumah sakit setelah digunakan. Mereka juga meneliti permukaan yang terkontaminasi dengan bakteri setelah pembilasan. Mereka menemukan bakteri, saat toilet dibilas tanpa menutupnya, jumlahnya meningkat 12 kali lipat. Namun, jika saat menekan tombol ‘flush’ dan klosetnya ditutup, itu bisa menekan jumlah bakteri yang ada.

Selain di dudukan kloset, bakteri juga akan lebih mudah menyebar pada bagian-bagian toilet yang lain jika tak menutupnya saat menekan tombol ‘flush’. Ahli bakteri dari Universitas Arzina, AS, Dr Charles Gerba, juga menemukan bahwa tisu toilet, handuk, dan lainnya juga penuh dengan bakteri. “Jumlahnya mencapai 150 kali lipat jika tidak ditutup di bagian luar kloset,” ujarnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh University of Colorado, bakteri jenis ini juga banyak ditemukan di pintu toilet, sabun, keset, dan bahkan ketika kita sudah melangkah keluar dari toilet.

Selepas dari Bui, Mantan Bos Playboy Indonesia Tulis Novel





Jakarta - Masa kecil selalu berkesan. Saat bermain pasir di pantai, saat mencari kerang di antara ombak yang menyapu pasir di kaki. Namun, bagaimana jika masa kecil itu adalah masa indah terakhir sebelum direnggut oleh pelaku phedofil?

Mengangkat Bali utara, Singaraja, kawasan yang jarang terjamah gemerlap wisata selain Pantai Lovina dan lompatan lumba-lumba. Erwin Arnada merekam pluralisme keberagamaan, Hindu yang mayoritas dan Islam yang minoritas.

"Kehidupan anak-anak dua desa ini merupakan muara panjang dari novel ini. Persahabatan Wayang Manik dan Samiihi. Mereka adalah sebuah representasi cita-cita, semangat hidup dan keikhlasan kepada sang Pencipta," tulis Erwin dalam novel Rumah di Seribu Ombak seperti dikutip detikcom dari buku tersebut, Selasa, (10/1/2012).

Mantan Pemimipin Redaksi Playboy Indonesia dalam menulis novel setebal 387 halaman ini mengaku melakukan riset selama 3 tahun. Di penghujung penulisan, Erwin harus tersandung kasus hukum sehingga meringkuk di LP Cipinang selama 9 bulan lamanya. Sehingga dia menyelesaikan halaman-halaman novel yang akan dijadikan film tersebut di dalam balik jeruji besi.

"Di Singaraja, terutama di beberapa desa dan banjarnya, saya melihat Bali yang sangat berbeda. Bali yang tidak plastis dan terkotaminasi dengan gaya hidup individualis. Di satu desa yang tidak jauh dari Pantai Lovina, Desa Kalibukbuk dan Desa Kaliasem, saya melihat peristiwa-peristiwa kehidupan yang sangat jauh berbeda dengan yang biasa saya tangkap di belahan Bali lainnya," ungkap Erwin.

Layaknya novel tentang tutur masa kecil, maka Rumah di Seribu Ombah tetap memberikan optimisme. Meski seiring waktu, dalam novel ini membuka Bali yang kelam, phedofilia.

"Setelah berdiskusi dengan LSM dan para wartawan, akhirnya 'peristiwa kelam' anak-anak Singaraja, menjadi gagasan utama dalam novel ini," papar produser film Jaelangkung 3 (2007),Jakarta Undercover (2006),Cinta silver (2005),Catatan akhir sekolah (2005), 30 hari mencari cinta (2004) dan Tusuk jelangkung (2003).